Ceritaku

Ramadhanku di Johor Bahru

Retnamudiasih.com – Puasa di bulan Ramadan adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh umat islam di seluruh dunia. Begitu dinantinya bulan ini karena pahala yang dijanjikan berlipat ganda apabila kita melaksanakan ibadah di bulan ini.

Indonesia adalah negara dengan mayoritas pemeluk agama islam. Tentu saja sudah tidak terhitung lagi cerita tentang orang-orang yang berpuasa di sini. Namun, yang menarik adalah bagaimana ketika kita yang beragama islam harus menunaikan ibadah puasa di luar negri, katakanlah Johor Bahru.

Saya adalah salah satu orang yang mendapat kesempatan untuk melaksanakan kesempatan untuk melaksanakan ibadah puasa ramadhan di luar negri bersama suami. Meski tidak sebulan full kami berada di Johor Bahru, namun melaksanakan ibadah puasa di Johor Bahru tentu berbeda dengan di Indonesia.

Di musim panas, waktu siang lebih lama dibandingkan malam hari. Tak heran jika kita melihat orang yang sedang jogging pada malam hari karena memang masih benderang. Di musim panas, waktu puasanya yang lama. Di musim dingin, waktu shalatnya yang sangat berdekatan.


Oleh sebab itu, kita patut bersyukur hidup di Indonesia karena perubahan waktu relatif stabil. Waktu shalat dan puasapun terasa hampir sama semua.

Ada hal lucu juga ketika pertama kali saya berbuka di Johor Bahru, waktu itu saya bertanya pada seorang mbak-mbak warga Malasya, berkulit hitam. Saat itu kami sama-sama berada ditempat makan yang sama dan ramai.

Saya : Permisi kak, apakah sudah adzan?
Mbak2 : what? (dengan mimik muka penuh tanda tanya)
Saya : aduhh..adzan magrib bahasa Inggrisnya apa sii (saking laparnya saya jadi blank saya)
Mbak2 : Memandang dengan penuh penantian..whatt?

Bapak-bapak disebelah saya duduk, tiba-tiba nyahut pembicaraan kami, lalu bilang, sudah waktunya berbuka…ohhh lega dehhh..Menanti berbuka disini lumayan lama, kalau di Jogja 17.30 – 18.00 biasanya kami sudah berbuka. Tapi di Johor kemarin, sekitar pukul 19-an, sekitar pukul 7-an, selisih sejam dengan Indonesia.

Baca Juga  Ada Cerita di Setiap Sudut Keindahan Kota Jogja

Saya : Hmmm..Timing please??
Mbak : ohh..7.10
Saya : oke..thank you very much 🙂

Akhirnya, dengan penuh inisiatif suami ternyata juga bertanya pada pelayan resto tempat kami makan. Bang, awak nak nanya adzan magrib / berbuka jam berapa? 7.17, jawabnya. Ohh..oke terima kasih. Untung juga suami saya ini fasih sekali berbahasa melayu. FYI. Bahasa nasional di Johor Bahru ini melayu dan bahasa inggris. Jadi kadang denger orang ngomong itu bahasanya campur-campur, inggris campur melayu.

Harga makanan di Johor Bahru menurut saya standar. Tidak mahal dan juga tidak murah, sesuai dengan porsi yang ditawarkan. Sayangnya ketika berbuka pertama kali, Saya makan makanan yang pedas.Jadi kondisi perut agak sedikit kaget, sehingga alhasil setelah berbuka malah rasa perut tidak karuan.

Dan lagi teh yang sering kita pesan di Indonesia, biasanya berwarna coklat terang. Kalau di Johor Bahru warnanya coklat keruh. Kenapa begitu? teh disini dicampur susu, jadi kalau mau teh standar Indonesia, bilang aj : Bang Teh O.

Yang Saya sesalkan ketika pulang kembali ke Indonesia adalah, ketika berada di Johor Bahru, kami tidak menemukan satu pun Masjid yang bisa kita singgahi untuk melaksanakan shalat Taraweh. Sehingga kami pun melaksanakan shalat di dalam hotel. Entahlah, mungkin kami yang tidak tau letak-letak Masjid disana.

Pagi itu masih sangatlah sepi dan saya pikir mungkin ini masih jamnya orang pada sahur. Jadi kami makan pagi, niatnya memang sahur. Tapi setelah melihat sekitar, ko tidak ada orang yang makan. Apa mungkin mereka belum bangun untuk sahur? dugaan kami meleset, rupanya ini sudah jam 7-an, itu artinya disana sudah pagi ibarat di Jogja orang sudah pada beraktifitas meninggalkan waktu subuh.

Ramadhanku_di_Johor_Bahru
Tuu kan sepi, apa saya bilang tadi? kami kesiangan sahurr ini gaesss 😀

puasa_di_negri_orang_johor_bahru
Tanpa toleh kanan kiri..hmm..slurrppp..seger kuahnya..Eh mas ini gak puasa lhoo, dasarrr 😀

Apalah daya, kami sudah pesan makanan, akhirnya kami makan. Malu sih masa iya di Bulan Ramadhan tidak puasa, terlebih suami saya karena dia seorang laki-laki, kalau perempuan karena ada pengecualian, jadi masih mending. Iya kan? 😀

Baca Juga  Sebelas Tahun Setelah SMA

Tagged

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *